Tuesday, May 1, 2012

Ribuan Perusahaan Langgar Hak Pekerja

Nasib Buruh: Pak tua, buruh angkat pelabuhan ini sedang mengangkat Beban yang l
Padang, Padek—Sekitar tiga ribu perusahaan di Sumbar dinilai belum patuh terhadap aturan ketenagakerjaan yang diatur UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar menilai kondisi itu bukti lemahnya komitmen bipartit antara serikat kerja dan perusahaan menegakkan aturan.

Aturan yang banyak dilanggar perusahaan adalah kontrak kerja, upah dan jaminan sosial pekerja. Perusahaan yang tidak mengindahkan aturan ketenagakerjaan dapat dipidana penjara 1-5 tahun atau denda Rp 100-500 juta. ”Penegakan aturan hukum ketenagakerjaan belum optimal karena lemahnya pengawasan pemerintah,” kata Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonersia (KSPSI) Sumbar, Arsukman Edi, kemarin.


Memperingati Hari Buruh Sedunia yang jatuh pada hari ini, KSPSI tidak melakukan aksi turun ke jalan. ”Demonstrasi bukan satu-satunya memperjuangkan hak pekerja. Saluran komunikasi masalah tenaga kerja masih banyak,” ujarnya.

Setelah 3 tahun bekerja, katanya, tenaga kerja masih saja dijadikan karyawan kontrak. Padahal menurut aturan, perusahaan wajib melakukan pengangkatan menjadi karyawan. Jika tidak dilakukan, perusahaan bersangkutan dapat dijerat aturan ketenagakerjaan.

Kontrak kerja hanya dapat dilakukan pada pekerjaan musiman, seperti pembangunan jembatan atau perusahaan yang sedang mengembangkan usahanya serta tenaga penunjang seperti sekuriti di perbankan. Namun untuk kegiatan utama seperti teller, tidak diperbolehkan menggunakan sistem kontrak yang panjang.

Keluhan lainnya, banyak perusahaan tidak merealisasikan penyesuaian gaji. ”Katanya, upah minimum provinsi (UMP) hanya berlaku bagi tenaga kerja yang masa kerjanya antara 0 sampai 1 tahun kerja. Sedangkan untuk karyawan yang masa kerjanya di atas 1 tahun ke atas, tidak dibayar berdasarkan UMP. Kebanyakan perusahaan di Sumbar masih menyamaratakan sistem pengajian antara karyawan baru dengan karyawan lama.

”Seharusnya yang lama itu gajinya jauh lebih besar dari karyawan baru, jangan dipukul rata seperti itu. Bayangkan, UMP naik Rp 95 ribu, sedangkan harga barang hampir merata melonjak. Akibatnya, kualitas hidup buruh semakin tergerus,” ujarnya.

Ada lagi penolakan perusahaan terhadap kehadiran serikat pekerja, seperti di PT Bumi Sarimas Indonesia (BSI) baru-baru ini. Perusahaan cenderung menganggap serikat pekerja menghambat operasional perusahaan. Padahal, serikat pekerja hadir karena perusahaan tidak melaksanakan tugasnya sesuai peraturan.

”Kalau aturan itu sudah dilaksanakan perusahaan, tentu para pekerja tidak akan membentuk serikat pekerja. Tapi karena masih ada perusahaan yang nakal, membuat pekerja berkeinginan membentuk serikat pekerja dengan tujuan mengakomodir hak-hak mereka,” kata Arsukman Edi.

Selama ini dinas cenderung menunggu laporan. Seharusnya, diminta ataupun tidak diminta, pemerintah harus rutin mengontrol perusahaan nakal. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) membenarkan pengawasan dinas terkait lemah. Ketua Apindo Sumbar, Muzakir Aziz menilai pemerintah pusat cenderung membuat aturan yang sulit diterapkan di daerah karena tidak paham kondisi riil. Termasuk dalam penetapan UMP.

”Untuk UMP, semestinya dilakukan survei ke kabupaten/kota. Termasuk perlunya dibentuk dewan pengupahan di masing-masing kabupaten/kota. Begitu juga lembaga-lembaga kerja sama bipartid di tingkat perusahaan. Tapi, survei itu selama ini tidak dilakukan,”cetusnya.

Dia menegaskan, masalah antara pekerja dan perusahaan karena keduanya tidak komit menjalankan perjanjian. ”Dua-duanya sama. Perusahaan tidak komit dengan perjanjian, pekerja terlalu banyak tuntutan. Sampai kapan akan terus begitu,” ungkapnya.

Soal UMP Sumbar, dia tak menampik masih ada perusahaan yang belum membayarkan upah sesuai UMP. Namun demikian, dia menekankan umumnya usaha kecil menengah. ”Untuk perusahaan besar dan mapan, saya yakin tidak ada yang menggaji karyawannya di bawah UMP. Tentu mereka berpikir kalau memberi gaji rendah, karyawan mereka akan lari. Makanya mereka juga hati-hati,” tukasnya.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumbar menilai pengawasan tidak ada gunanya ketika kedua belah pihak tidak melaksanakan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah ditetapkan. ”Persoalannya bukan di tingkat pengawas. Tapi, lebih kepada hubungan industrial antara pekerja dengan perusahaan ”PKB itu lebih tinggi kedudukannya mengikat kedua belah pihak. Kalaupun diawasi setiap hari, yang tidak mau menjalankan tetap saja tidak menjalankan. Pengawas di-SK-kan menteri,” tuturnya.

Arsukman menegaskan, lemahnya penegakan hukum ketenagakerjaan karena lemahnya pengawasan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi. ”Di provinsi saja hanya ada 6 petugas pengawas, di Padangpariaman dan Pasaman tidak ada tenaga pengawas. Ini kan merugikan pekerja. Dalam pelanggaraan aturan tenaga kerja, tidak hanya dilakukan perusahaan, perbankan pun melakukan tindakan yang sama,” ujarnya.
Selama 2011 lalu, KSPSI menerima 20 pengaduan tenaga kerja terhadap pelanggaran hak-hak tenaga kerja. Hingga akhir April 2012, KSPSI baru menerima 3 pengaduan pekerja dari perusahaan yang sama.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar, Sofyan menolak disalahkan atas kondisi itu. Lemahnya pengawasan, katanya, karena tenaga pengawas di provinsi hanya 30 orang. Sedangkan di daerah masih banyak yang belum punya tenaga pengawas tenaga kerja. ”Perusahaan tidak akan bisa jalan tanpa dukungan tenaga kerja. Demikian juga sebaliknya. Antara perusahaan dan tenaga kerja sama-sama saling membutuhkan. Jika itu disadari kedua belah pihak, tidak akan ada persoalan,” ujarnya. (*)

padangekspres.co.id

No comments:

Post a Comment